Senin, 07 Juli 2014

POKOKNYA CERITA-MENULIS(2)

Ini adalah sambungan cerita dari yg lalu kawanku..
btw.. penasaran gak sih?
oke deh,
cekidot

Aina tumbuh menjadi gadis remaja yang amat cantik. Usianya akan segera menginjak 17 tahun. Di ulang tahunnya di usia 17 tahun ini, ia meminta kado spesial dari Ibu-nya. Ia ingin bisa pergi ke Kanada. Dan permintaan itu benar – benar akan dikabulkan Ibu-nya. Mimpinya sebentar lagi akan menjadi kenyataan. Tapi, itu semua tidak menghapus rasa sakit di hatinya. Tidak mendapat kabar dari Rijal –sahabat  kecilnya– selama 12 tahun. Ini membuat sesak dalam dadanya. Inilah cobaan yang benar – benar dapat membuatnya menangis hampir tiap ia mengingat kenangannya bersama Rijal. Menatap dengan mata sembab kalung di tangannya adalah kebiasaan buruknya. Mungkin itu memang tidak buruk di keadaan yang seperti ini.
Sedangkan Rijal, Rijal kini masih ada di Afrika Selatan. Tanpa memberi kabar sahabat kecilnya di Indonesia. Kabarnya, Rijal akan pindah ke Kanada untuk melanjutkan kuliah di sana. Hanya kabar itu yang didengar oleh Aina. Sedikit rasa senang yang ada mendengar sedikit kabar dari Rijal. Kabarnya pun tanpa ada keterangan yang jelas. Kebimbangan hati selalu dirasakan Aina saat ini.
***
Sudah hampir 12 tahun Rijal tidak menginjakkan kaki di Indonesia lagi. Untuk tahun ini Rijal akan pergi meninggalkan Affrika Selatan. Tapi, tidak untuk ke Indonesia. Melainkan ia akan melanjutkan kuliahnya di Kanada. Akhir – akhir ini ia lebih menggemari dunia perfilm-an. Jadi, lebih baik dia kuliah di Kanada yang terkenal dengan tempat paling tepat untuk menempuh study di bidang film.
Kehidupan Rijal disana sepertinya membuatnya semakin sibuk hingga tak sempat memberi kabar sahabat kecilnya di Indonesia. Yah, memang benar ia mempunyai kegiatan baru bersama alam. Menjajahi setiap sudut Afrika Selatan. Tentu ini tak kan terlewatkan. Negara yang penuh pemandangan menakjubkan, satwa liar yang menarik, pantai yang luar biasa dan beragam budaya. Apalagi, Afrika Selatan adalah salah satu pilihan utama pelancong dari seluruh dunia. Menjelajahi Afrika Selatan adalah cara lain untuk menemukan apa yang Alam tawarkan kepada penghuninya. Ada kota yang indah Cape Town, atau habitat beragam satwa liar di Taman Nasional Kruger, atau Table Mountain fenomenal.
Pagi ini pun Rijal sudah bersiap untuk menjelajahi kota Cape Town. Ranselnya sudah penuh dengan barang yang ia perlukan nanti. Rijal mencoba mengecek kembali isi ranselnya. Ternyata ia tak menjumpai jaket hoodie kesayangannya. Rijal melangkah ke almari di kamarnya. Mencoba mencari hoodie kesayangannya itu. Ia meraba ke dalam barangkali terselip. Lalu, ia merasakan ada sesuatu yang panjang dan sepertinya berantai. Ia berusaha meraih benda itu. Setelah berhasil mengeluarkan benda itu dari almari, ia tercengang melihat apa yang ia dapat. Sebuah kalung berwarna perak dengan mainan berbentuk hati. Ternyata mainan itu dapat dibuka. Ia membukanya dan melihat dua buah foto berdampingan di sana. Air matanya mulai menetes membasahi pipinya. Sadar ia menangis, segeralah ia menghapus air matanya itu. Masa lalu kembali terngiang di ingatannya.

***
Tak terasa 2 minggu lagi hari ulang tahun Aina akan segera tiba. Aina menyingkap gorden jendela kamarnya yang ada di lantai1. Melihat matahari menerangi seisi kamarnya, senyum simpulnya terlukis. Dari jendela ia melihat ibunya sedang menyapu halaman rumah. Tanpa berpikir lama ia segera berlari keluar kamar dan menghampiri ibunya.
“Ibu! Ibu, 2 minggu lagi hari ulang tahunku yang ke-17 loh. Ibu ingat tidak? Pasti ingat kan Bu dengan janji Ibu.”
Ibu hanya tersenyum tipis dan menjawab “Iya sayang. Ibu tidak akan lupa dengan janji Ibu. Setelah Ayah pulang nanti, Ibu akan coba bicara dengan ayahmu.”
“Yeay! Terima kasih Ibu. Ibu memang yang paling baik di dunia ini.” Aina tersenyum senang mendengar jawaban Ibunya dan spontan memeluk Ibunya. “Kenapa Ibu terus tertawa seperti itu?”tanya Aina bingung melihat Ibunya terus tertawa tak henti meski terus menocba menahan tawa.
“Bagaimana Ibu tidak tertawa? Lihatlah dirimu sayang.” Ibu merapikan rambut Aina yang berantakan dengan tangan lembutnya. Aina meringis.
Aina segera membersihkan dirinya dengan cepat. Ia harus segera pergi ke sekolah. Sahabat – sahabatnya pasti sudah menunggunya di sekolah. Sahabat lelakinya bernama Afnan saja sudah menunggu Aina di depan rumah. Ini rutin dilakukan Afnan setiap harinya. Seorang laki – laki tampan, tinggi, dan putih ini seseorang yang populer di sekolah. Sangat beruntung menjadi seorang Aina dapat bersahabat dengannya.
Rambut panjang dan lembut Aina dibiarkan tergerai dengan bandana cantik berwarna merah muda menambah aura mengesankan. Tas merah mudanya sudah ada di tangannya. Ia sudah siap untuk segera berangkat ke sekolah. Sekarang ini Aina sedang duduk di bangku SMA kelas 3. Tak lama setelah hari ulang tahunnya, ia akan lulus dan segera duduk di bangku kuliah.
“Afnan maaf ya nunggunya kelamaan. Hehe.” Aina menggaruk kepalanya meski tak terasa gatal sedikitpun.
“Iya nggak apa – apa. Sudah ayo naik, nanti telat lagi.”
“Oke!”
“Tante, berangkat dulu ya.”
Sampai di sekolah Aina disambut oleh sahabat – sahabatnya. Alisha, Nadine,dan Steve bersorak. Apa mereka tidak bosan melakukan hal ini setiap hari? Apalagi dengan menggoda sahabatnya sendiri.
“Cie makin lengket aja nih. Hehehe.” Steve menyenggol siku Afnan. Steve tipe cowok periang dan humoris. Berbeda dengan Afnan, cowok yang sedikit serius. Tak mengherankan ia menjadi pemimpin yel – yel kelasnya. Rambutnya bagian depan yang digaya berdiri dan diberi gel membuat gayanya terlihat semakin cool. Mungkin ini yang membuatnya digilai para cewek hampir di seluruh pelosok negeri. Tidak, tapi hanya di sekolah ini saja. Dia juga mudah bergaul dengan siapa saja. Tanpa pilih – pilih siapa dia, dari mana asalnya.
“Kenapa nggak jadian aja sih kalian ini?” giliran Nadine yang angkat bicara. Nadine salah satu yang paling modis dalam bergaya pakaian diantara sahabat Aina. Ia juga primadona sekolah. Banyak anak lelaki yang ingin menjadi pacarnya. Nadine, sahabat yang selalu mendorong Afnan dan Aina untuk berpacaran. Padahal mereka kan bersahabat.
Alisha, anak paling pendiam di antara sahabat Aina. Tidak pernah berkomentar tentang hubungan Aina dan Afnan. Dia berhijab dan paling alim pula di antara sahabat – sahabatnya. Seseorang yang selalu memberi petuah – petuah bermanfaat untuk sahabatnya.
Afnan langsung angkat bicara. Mengajak sahabatnya untuk segera masuk ke dalam kelas. Memang, bel masuk sebentar lagi akan berbunyi. Ya tentu, semua sahabatnya menyetujuinya. Dan langsung segera mengambil langkah pertama mereka. Tiba – tiba Afnan meraih tangan Aina yang sedang berjalan di sampingnya sedari tadi. Aina menghentikan langkah, memandang Afnan dengan pandangan bingung. Afnan mengedipkan sebelah matanya. Sungguh terlihat semakin tampan. Aina juga mengakui hal itu. Aina hanya tersenyum tipis, lalu melanjutkan langkahnya.
“Bandana pink-mu bagus. Cocok untukmu. Kamu terlihat semakin cantik memakainya.” Afnan tiba – tiba saja berbicara seperti itu saat berjalan menuju kelas dengan setengah berbisik ke Aina.
“Terimakasih.” Aina memandang Afnan, tersenyum tipis mendengar perkataan manis Afnan. “Ini hadiah dari kakekku di desa.”
“Oh.” Jawaban singkat Afnan dengan mulutnya berbentuk huruf gua sambil menganggukkan kepalanya. 
Sampai di kelas, semua duduk di bangku masing – masing. Aina duduk bersebelahan dengan Alisha di depan Nadine dan Cantika. Cantika teman dekat mereka juga. Tapi sayangnya, ia juga berteman baik dengan Trisha, salah satu musuh bebuyutan Aina sejak masih SMP.
Sejarahnya dulu, Aina dan Trisha bersahabat baik. Namun sayang, Trisha menghianati kepercayaan Aina. Ia merebut pacar Aina yang bernama Kak Endra – kakak kelas Aina di SMP. Mengadu domba Aina dan Kak Endra, hingga mereka putus. Semenjak Aina tau penyebabnya adalah Trisha, Aina sudah tidak mau lagi untuk bersahabat dengannya. Trisha tidak hanya merebut pacar Aina, apapun yang Aina miliki serasa ingin dimiliki pula olehnya. Bahkan, sepertinya Trisha tak ingin Aina mendapat kebahagiaan. Sekarang ini saja, melihat Afnan dekat dengan Aina, Trisha terlihat seperti tidak senang. Dan ingin merebut kepercayaan Afnan dari Aina.
Afnan yang duduk bersebelahan dengan Steve berdiri, berjalan ke tempat Aina. Ia membungkukkan badan dan mendekatkan kepalanya ke kepala Aina.
“Aina, jam istirahat nanti bisa bicara bentar nggak?” tanya Afnan membuat Aina sedikit terkejut karena sudah berada di sampingnya. Sontak, Aina menoleh. Aina bertambah kaget saat melihat Afnan sudah berada di sampingnya dengan jarak sedekat itu. Matanya bertemu dengan mata Afnan yang jaraknya sangat dekat. Aina tertegun menatap Afnan sedekat ini. Ia menyingkapkan rambutnya ke belakang telinga. Dalam waktu lama menatap mata Afnan, Aina hampir tenggelam dalam tatapan mata Afnan yang dapat membuat meleleh hati setiap wanita yang melihatnya sedekat ini. Untungnya, Afnan langsung membuka mulutnya dan memecah keheningan di antara mereka.
“Aina? Bagaimana? Bisa?”
“Hah? Apanya yang bisa? Maaf ya tadi nggak dengar, habis kaget kamu sudah ada di samping aku Nan.” ucap Aina sedikit gelagapan.
“Jam istirahat nanti bisa bicara bentar nggak? Bentar aja Ni.”
“Kenapa nggak sekarang aja Nan? Kan bisa?”
“Nggak. Nanti aja sambil aku mau nunjukin sesuatu ke kamu. Please..
“Okay.” Jawab Aina singkat.
Ternyata sedari tadi Trisha sudah melihat Afnan dan Aina. Hati Trisha terasa semakin panas, hingga hampir saja meledak. Trisha menyimpan hati pada Afnan. Jadi, tidak heran jika api cemburu sangat cepat hadir saat melihat Afnan dan Aina tadi. Trisha juga tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka berdua. Meski dalam jarak yang jauh, entah kenapa bisa terdengar. Trisha memang yang paling andal dalam hal menguping, memang sudah sangat berpengalaman. Trisha serasa ingin menggagalkan rencana mereka bertemu berdua di jam istirahat nanti. Dan ia memang mendapatkan rencana untuk mengagalkan itu.
Trisha memanggil Cantika. Cantika langsung datang ke tempatnya. Trisha sedang mengatakan sesuatu hal yang rahasia padanya, rencana mengagalkan Afnan dan Aina bertemu. Setelahnya, Cantika melangkah pergi dan menghampiri Steve. Mengatakan sesuatu yang sepertinya benar – benar penting.
Saat jam istirahat telah tiba, Afnan dan Aina pergi keluar kelas bersama. Tetapi langkah mereka harus terhenti saat Steve memanggil mereka berdua.
“Afnan! Aina! Mau kemana kalian? Ayo ikut aku, Cantika akan mentraktir kita makan hari ini!” Steve terdengar berseru, setiap sudut pasti dapat mendengarnya. Steve berlari menghampiri Aina dan Afnan. “Ayo kawan.” Steve merangkul temannya Afnan itu.
“Ada acara apa dia mentraktir kita Steve?” tanya Afnan dengan alis sebelah kirinya terangkat
“Kakakku ulang tahun hari ini. Dia memberiku uang dan menyuruhku untuk mentraktir temanku makan di kantin hari ini.” Jawab Cantika yang datang melangkah pelan.
“Kenapa kamu hanya mentraktir kami? Kenapa bukan geng-mu, si Trisha?” Aina bertanya dengan gaya yang tidak bersahabat.
“Tidak. Mereka tidak suka kalau aku mentraktir mereka. Aku sudah mencoba mengajak mereka. Tapi, mereka tidak mau. Ya sudah, aku mengajak kalian saja. Kalian kan teman dekat ke-2 ku setelah Trisha. Tolong, mau ya.. aku tidak mau mengecewakan kakakku.”
Sifat dasar Aina yang baik, tidak mungkin tega pada temannya sendiri yang tidak ingin mengecewakan amanat kakaknya. Jadi, dia mau untuk pergi makan bersama Cantika di kantin hari ini. Ada rasa kecewa pada Afnan. Karena rencananya untuk bicara berdua dengan Aina telah gagal. Tapi, itu tidak mengurungkan niatnya. Afnan mengajak kembali Aina sore hari ini pergi bersamanya, dengan alasan hang out bersama sahabat yang lain. Meski kenyataannya tidak. Jika tidak berbohong seperti itu, Aina tidak akan mau bertemu dengan Afnan sore nanti.
***



Gimana? udah selesai bacanya? jelek ya? makasih. aku terima apapun pendapatmu kawan.
lanjut? oke..
Byee.. see you

POKOKNYA CERITA - MENULIS

Halooo.. 
kali ini saya mau ngepost ceita yg dengan isengnya saya tulis'-'
mau baca? silahkan saja.. ini jelek menurut saya.. karena saya tak pandai menulis. hanya mencoba saja. jadi harap maklum.
dan kalau jelek bilang di komen di bawah tuh ada kolomnya.. tinggal tulis disitu, jangan nggrundel di belakang saya.. itu tak elok kawanku
baiklah.. 
cekidott..

MY DREAMS – BELIEFS IN YOU
            Aina Talita Zahran, seorang gadis cantik dengan mata bulat yang berkilau itu tengah duduk di taman dekat danau. Ia disibukkan dengan membolak-balikan buku di tangannya. Rambutnya yang tergerai panjang menambah kesan feminimnya. Seorang anak lelaki menatapnya dari kejauhan. Anak itu berjalan mengendap ke arah dimana Aina berada. Lalu, mengangkat tangannya dan menepukkan ke pundak Aina. Sontak, Aina terkejut dan berdiri. Membalikkan badannya untuk melihat siapa yang baru saja menepuk pundaknya. Bola matanya semakin bulat dan indah saja saat ia sedang terkejut.
            “Rijal?!” Aina membentuk bibirnya mirip bebek. “Ngagetin aja cih! Gak liat apa orang lagi cibuk gini?”
“Maap dong, kan atu juga gak cengaja. Maap deh.” Ujarnya seraya menarik tangan Aina. “Emangnya tamu ladi baca apa cih?” lanjut Rijal, mencoba melihat buku yang dibawa Aina.
“Atu lagi baca butu tentang dunia!” jawab Aina dengan semangat ’45. Aina memang sangat menggemari hal ini. Mengenali apa yang terjadi di dunia. Meski ia belum begitu lancar membaca.
“Waahh... atu mau liat juga dong.”
“Boleh.”
Aina memutar badannya dan segera duduk di bangku taman. Rijal melangkahkan kakinya dan duduk di samping Aina. Lembar demi lembar dari buku bergambar itu mereka baca bersama. Angin semilir sore itu membuat kesan kedamaian. Pohon – pohon tumbuh dengan rindang. Memberi kehangatan di sore yang agak dingin itu.
Kini satu lembar penuh, bergambar alam dengan warna langit biru tua juga cahaya biru muda terlukis di atas langit telah terpampang. Aina tercengang menatap ini.
“Rijal, nanti talau atu tudah betar, atu mau pergi ke cini ah!” ucap Aina memecah keheningan sore itu, sambil menunjuk ke lukisan di lembar bukunya.
“Ke mana itu Aina?”
“Ke K-A-N-A-D-A. Kanada!” Aina tersenyum senang.
***
Kini di pagi ini Rijal yang tengah duduk di bangku taman dekat danau. Ia sedang menunggu Aina. Mereka berdua telah ada janji untuk bertemu di sini. Rijal menatap danau dengan mata sembab. Ia menatap danau dan benda yang sedang dibawanya bergantian.
Aina si gadis kecil itu berjalan perlahan dengan rok selututnya yang membuatnya semakin cantik. Ia sudah terbiasa berjalan sendiri kemanapun semenjak orang tuanya sering pergi ke luar kota untuk bekerja. Sahabat satu – satunya telah menunggunya di taman pagi ini. Aina sudah melihat sahabatnya duduk di bangku taman dekat danau. Dan Aina segera menghampiri sahabatnya.
“Rijal. Ada apa kog tamu minta tetemu di tini?” tanya Aina.
“Atu tuman mau pamitan aja. Atu mau itut mamatu ke Aprika Celatan.” Rijal menampakkan raut wajah sedihnya.
“Kenapa?”
“Karena atu tinta mamatu. Atu nggak mau jauh dari mamatu.”
“Teyus, atu di tini tama capa?”
“Maap ya Aina. Atu pengen banget bica ajak Aina. Tapi, mama nggak ngijinin. Ini, atu punya tetuatu buat tamu, ini kenang – kenangan dari atu buat tamu. Tamu timpan dan pakai kalung ini ya.. Kalungnya tembaran tama atu.” Rijal memberikan kalung ditangannya pada Aina.
“Iya deh. Tapi jangan lama – lama yaa.. Atu tayang tamu Rijal.” Aina mulai meneteskan air matanya sambil memegang erat kalung ditangannya.
“Jangan nangis dong Aina. Atu juga tayang kamu kog Aina.”
Rijal merangkulkan tangannya ke punggung Aina. Ini sedikit membuat rasa tenang di antara mereka. Berpelukan seperti teletabies seperti ini sedikit memberi rasa percaya antara mereka.

***


Penasaran dan mau tahu gak kelanjutan dari cerita yg telah kau baca barusan? oke, tunggu kelanjutan ceritanya ya,.. kapan-kapan bakal saya post. oke?
bye! ditunggu kritik dan sarannya.;))

~ini udah dipost kelanjutannya open this link baby-> http://adistiawulandari.blogspot.com/2014/07/pokoknya-cerita-menulis2.html