o iya, Happy New Year! -telat gak sih? (wkwk)-
kali ini, aku bakal ngepost cerpen karyaku... iseng2 aja sih bikinnya.. ;))
okey. dibaca ya.. terus kasih kritik kalo jelek. maaf juga :) "Manusia tak luput dari kesalahan bukan?"
cekidot~
tema : kasih sayang (sebenernya gatau temanya apa-terserah deh temanya apaan -_\/)
Aku Juga Ingin
Seperti Kakak
“Jovita! Ayo sayang
cepat turun. Nanti kamu terlambat loo.. Mama sudah siapkan sarapan untukmu.”
seru Mama dari lantai bawah sambil menyiapkan sarapan pagi.
“Iya Ma. Sebentar lagi
aku turun.” Seru Kak Jovita menjawab seruan Mamanya.
Sambil bersiap akan
turun, ia melihat adiknya yang sedang terdiam dengan wajah sedih sambil memegang
tas dipundaknya.
“Nadine. Kamu sedang
apa? Kog pagi – pagi udah ngelamun sih. Ayo turun. Nanti telat.” Ucap Kak
Jovita kepada Nadine dengan seyum.
“Eeh.. Iya Kak.
Sebentar lagi aku turun. Aku cuman mau nginget – nginget aja. Kayak ada yang
ketinggalan. Kakak turun dulu saja, nanti aku nyusul.” Ucap Nadine.
“Oh. Oke.”
Kak Jovita pergi
meninggalkan Nadine dan segera turun menuju ruang makan untuk sarapan.
“Pagi sayang.” Ucap
Mama menyambut Kak Jovita.
“Pagi Ma.”
“Nadine mana? Kog nggak
turun – turun. Itu anak emang yahh.. cari gara gara aja.” Ucap Mama dengan
wajah sedikit kesal.
“Katanya sebentar lagi
turun kog Ma.”
Mama berjalan
meninggalkan ruang makan. Dan menuju lantai atas. Wajah Mama terlihat kesal.
Mama mellihat Nadine yang sedang berdiri di depan kamarnya. Posisinya seperti
tadi ketika ia sedang berbicara dengan Kakaknya.
“Nadine! Ngapain kamu
di situ?! Malah bengong berdiri gak jelas. Cepat sana turun! Ini sudah siang!
Nanti kalau kamu terlambat Mama yang rugi!” ucap Mama membentak Nadine hingga
Nadine tersentak kaget.
“Mama. Iya Ma...”
Mama berjalan pergi
meninggalkan Nadine di lantai atas. Dan berjalan turun ke lantai bawah. Mama
menghampiri Kak Jovita di meja makan. Ia membelai lembut anak perempuan
kesayangannya itu. Dengan senyum tersungging dibibirnya.
Nadine melihat semua
itu dari dekat tangga tak jauh dari Mama dan Kak Jovita berada. Air mata mulai
menetes dari mata bulatnya yang indah. Dan air mata itu telah membasahi
pipinya. Ia tak sadar, bahwa ia sedang menangis. Setelah sadar, ia menangis dan
sudah hampir 5 menit berdiri di sana, ia segera menghapus air matanya. Lalu,
berjalan perlahan mendekati meja makan dan duduk di kursi.
Nadine tak banyak
bicara. Ia langsung memakan roti dihadapannya dengan perlahan. Tatapannya
kosong. Lurus ke depan. Ia tak berani menoleh ke kiri. Karena ia takut. Ia
takut akan menangis lagi.
***
Mama memang selalu
begitu. Berlaku tak adil terhadap kakak beradik se-ayah se-ibu ini. Padahal,
mereka sama – sama anak kandungnya! Tetapi, Mama selalu lebih perhatian
terhadap Kak Jovita. Sedangkan pada Nadine, Mama tak pernah memberi perhatian
yang cukup. Nadine diperlakukan layaknya anak tiri.
Ini terjadi sejak 4
tahun silam. Sejak Papa Nadine meninggal karena kecelakaan. Saat itu Nadine
masih berusia 5 tahun. Papa Nadine sangat sayang pada Nadine. Hingga suatu
malam ketika hujan deras mengguyur kotanya, Nadine sakit dan harus dibawa ke
dokter. Papa Nadine membawa Nadine ke rumah sakit dengan mobil berkecepatan
tinggi. Ia khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi pada Nadine. Ketika papa
menoleh melihat keadaan Nadine, Truk besar yang juga melaju kencang berada di
depan mobil Papa. Papa berusaha menghindar. Mobil kehilangan kendali dan
akhirnya terjadi kecelakaan. Nadine berhasil diselamatkan dalam kecelakaan ini.
Namun, Papa Nadine meninggal dunia ketika dibawa ke rumah sakit.
Sejak kejadian ini,
Mama begitu benci melihat Nadine. Mama selalu teringat kejadian menyedihkan 4
tahun silam.
***
Dari kejauhan Nadine melihat Asha sahabatnya
dengan Ibu Asha di depan gerbang sekolah.
“Sayang. Belajar yang
rajin ya. Yang pinter. Jangan nakal loh.” Ucap Ibu Asha sambil membelai rambut
Asha dengan lembut dan senyum kehangatan.
“Iya Ma. Pasti. Kan aku
sudah besar. Sudah ya Ma. Aku masuk dulu. Nanti aku terlambat nih.” Ucap Asha.
“Iihh.. kamu masih
kecil sayang..” sambil mencubit hidung Asha. “Ya sudah sana masuk. Hati – hati
ya sayang.” Mama mencium kening Asha.
“Dah Ma.”
Asha yang sudah melihat
Nadine sejak tadi, segera menghampiri sahabatnya itu. Dan mereka masuk ke kelas
bersama.
“Asha! Enak ya jadi
kamu. Mama kamu baik banget. Sayang sama kamu, perhatian. Aku pengen punya mama
kayak Mama kamu.” Ucap Nadine tiba – tiba.
“Memangnya, Mama kamu
nggak sayang sama kamu Nadine?” tanya Asha pada Nadine.
“Mmm.. Sayang kog.
Tapi..”
“Tapi apa?”
“Tapi Mama lebih sayang
Kak Jovita.”
Asha diam. Dan
tersenyum. “Kamu bisa anggap Mama aku sebagai Mama kamu juga.”
“Beneran? Makasih ya
Asha! Kamu emang sahabat aku yang paling baik!” ucap Nadine senang.
“Pulang sekolah nanti main ke rumahku yuk.”
“Mmm.. gimana yah? Aku
takut dimarahin Mama.”
“Sebentar aja kog. Aku
nggak punya temen di rumah. Mau yah Pliiss..”
“Iya deh.”
Sepulang sekolah,
Nadine langsung ke rumah Asha. Di sana mereka bermain bersama. Nadine terlihat
bahagia.
Hingga tak terasa hari
sudah mulai gelap. Nadine pulang ke rumahnya diantar oleh Mama Asha.
Nadine masuk ke dalam
rumah. Di ruang tamu terlihat Mama sedang duduk sambil melipat tangan di
dadanya. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang tidak mengenakkan. Mama terlihat
kesal. Tidak kesal lagi, melainkan Mama terlihat akan marah besar.
Mama berdiri dan
menghampiri Nadine.
“Kamu tau ini sudah
malam?! Sudah jam berapa ini?! Kamu baru pulang?! Dasar anak tidak tau diri!
Tidak tau diuntung! Pulang sekolah bukannya ke rumah, malah kelayapan!” bentak
Mama sambil menjewer telinga Nadine.
“Ampun Ma.. ampun,
ampun Ma.. Nadine gak kelayapan Ma. Nadine cuman pengen main ke rumah Asha.
Hiks hiks.” Ucap Nadine meminta ampun sambil menangis.
“Masih berani mengelak
ternyata. Dasar anak pembawa sial!”
“Huwee...!! huhuhu..
ampun Ma ampun.. Nadine janji Ma nggak akan ngulangin lagi.”
“Sudah sana masuk
kamar!” ucap Mama sambil mendorong Nadine dengan kasar. “Kalau kamu masih
berani mengulangi ini lagi! Mama nggak akan kasih ampun ke kamu! Ngerti?!”
“Ngerti Ma..”
Nadine berjalan ke
kamarnya. Di kamar ia menangis sekencang – kencangnya. Namun, ia mencoba
menahan suara tangisnya. Ia takut kemarahan Mamanya semakin menjadi – jadi.
Tak lama, terdengar bel
berbunyi. Kak Jovita pulang. Nadine beranjak dari tempat tidur. Ia membuka
pintu kamarnya sedikit. Melihat kakaknya sedang disambut senyum Mama yang penuh
kehangatan dan kasih sayang tanpa kemarahan, kejengkalan, dan kebencian. Mama
menyambut Kak Jovita dengan senang. Dengan ketulusan. Dengan kehangatan senyum
yang selalu didambakan Nadine.
Nadine kembali
meneteskan air mata tanpa sadar. Pipi mungilnya itu basah seketika. Ia ingin
seperti kakaknya, Kak Jovita!
***
“Ma! Lihat nilaiku
bagus kan?” ucap Kak Jovita sambil menunjukkan kertas ujiannya.
“Wah! Iya, hebat anak
mama. Mama bangga sama kamu sayang.” Ucap Mama kepada Kak Jovita.
Kak Jovita tersenyum
lebar. Mamapun begitu. Mereka berpelukan.
Dari jauh, Nadine
melihat ini. Nadine ingin membuat Mama bangga padanya.
Aku
juga ingin Mama bangga sama aku. Kalau Mama bangga liat nilai Kak Jovita yang
bagus. Berarti Mama juga akan bangga kalau nilai ujianku bagus. Aku harus rajin
belajar! Supaya nilai ujianku bagus. Dan Mama bangga. Mungkin setelah itu Mama
akan berubah menjadi sayang sama aku.
***
Sejak kejadian itu.
Nadine memang benar – benar belajar dengan sungguh – sungguh. Hingga suatu
hari, ia ujian. Dan nilainya sungguh sangat sempurna. Sepulangnya setelah ia
mendapat hasil ujian itu. Ia pulang dengan senyum lebar.
Di ruang keluarga,
terlihat Mama sedang membaca majalah dengan santai. Nadine menghampiri Mama.
“Mama..” ucap Nadine
perlahan. Namun, Mama tak menjawab. Lalu Nadine melanjutkan. “Ma, Nadine hanya
ingin menunjukkan sesuatu pada Mama.” Nadhine mengulurkan kertas ujiannya.
“Apa itu?” tanya Mama
ketus tanpa kasih sayang sedikitpun.
“Ini.. kertas ujianku
Ma. Aku mendapat nilai sempurna. Dan aku ingin Mama tau.” Mama diam tanpa
respon apapun, dan tetap membaca majalah. “Ma.. Nadine mohon, lihatlah Ma. Nadine
hanya ingin Mama bangga pada Nadine. Seperti halnya Mama bangga pada Kak
Jovita.”
Saat itu, Kak Jovita
sedang hendak ke dapur dan mendengar namanya disebut, Kak Jovita menghentikan
langkahnya. Dan melihat ke arah Nadine dan Mama berada.
“Ma. Nadine mohon..” Mama
tetap terdiam.
“Ma. Nadine hanya ingin
diperlakukan sama di rumah ini. Nadine juga ingin seperti Kakak! Nadine ingin
disayang Mama.... Mama lebih sayang Kakak. Mama tak pernah marah pada Kak
Jovita. Tak pernah jengkel. Sedangkan pada Nadine... Mama selalu marah,
jengkel, benci, dan nggak pernah memberi perhatian pada Nadine. Nadine juga
butuh perhatian Mama.. Apalagi... Nadine masih kecil Ma! Nadine masih anak –
anak yang butuh kasih sayang orang tuanya.. Apa Mama benci Nadine karna Papa
meninggal karena Nadine?”
Dari kejauhan Kak
Jovita menangis.
“Jangan coba – coba
kamu sebut lagi kata – kata Papa!” sentak Mama.
“Jawab Ma.. Apa iya?
Apa itu penyebabnya Mama begitu membenci Nadine selama ini?” Nadine menangis
terisak – isak.
“Iya! Kalau iya memang
kenapa? Setiap Mama melihatmu, Mama selalu teringat Papamu Nadine..! Kamu
begitu mirip dengan Papamu. Puas kamu?”
“Belum Ma. Nadine belum
puas. Nadine akan puas kalau Mama sayang, perhatian sama Nadine. Dan Mama
bilang ke Nadine Mama Sayang Nadine.”
“Mau kamu apa? Dasar
anak pembawa sial!” Mama menampar Nadine dengan keras.
Hingga Nadine menangis
kencang. Bersamaan Kak Jovita berteriak “Mama?!”
Nadine berlari kencang
keluar rumah.
“Apa yang Mama lakukan?
Nadine masih kecil Ma! Semua yang dia katakan itu benar. Nadine anak yang hebat
Ma! Nadine sekecil itu bisa punya pikiran yang luar biasa. Harusnya Mama bangga
punya anak seperti Nadine!” Ucap Kak Jovita kesal dan segera berlari menyusul
Nadine.
Mama tersentuh omongan
Kak Jovita. Mama merasa bersalah. “Nadine..” Akhirnya Mama juga menyusul
Nadine.
Saat Nadine menyebrang
jalan raya ia tak melihat kiri kanan. Hingga ada mobil yang sedang melaju ia
tak sadar.
“Nadine awas !!!” Kak
Jovita berteriak kencang.
“Aaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!”
Nadine tertabrak mobil.
Badannya terkepar di jalan. Darah mengalir di kepalanya.
“Nadine!!!!!!!!!!!!!!”
teriak Kak Jovita syok melihat Nadine tertabrak mobil.
Sang pengemudi segera
keluar dari mobil. Banyak orang berlarian menghampiri. Mama datang. Mama kaget
dan menangis di sana.
“Nadine.. maffkan Mama
sayang..”
Sang pengemudi yang
menabrak meminta maaf dan seger membantu mengantar Nadine ke rumah sakit.
Tubuh Nadine terkulai
lemas di ruang UGD. Mama menangis menyesali perbuatannya selama ini. Kak Jovita
pun merasa bersalah.
Seharusnya
sebagai kakak yang baik aku harus bisa menjaga adikku. Bukannya bahagia sendiri
di atas penderitaan adikku.. dan seharusnya aku menyadari perasaannya selama
ini..
***
Di kamar inap Nadine.
Nadine sadar. Jemarinya bergerak perlahan. Matanya mulai terbuka perlahan. Kak
Jovita yang melihat ini, segera memberi tahu Mama. Mama dan Kak Jovita mendekat
ke Nadine. Ketika mata Nadine terbuka, yang pertama kali ia lihat adalah Mama.
“Nadine.. kamu sadar?”
ucap Mama.
“Nadine..” ucap Kak
Jovita.
“Nadine ada dimana?”
tanya Nadine kebingungan sambil melihat kiri kanan.
“Kamu ada di rumah
sakit sayang.. Kamu mengalami kecelakaaan.”
“Mama..” ucap Nadine
lirih. Ia setengah kaget dan senang.
“Mama sayang Nadine.”
Ucap Mama tersenyum dan meneteskan air mata.
“Aku juga Sayang
Mama..” ucap Nadine. Nadine menutup matanya. Itulah kata kata terakhir yang ia ucapkan. Sebelum ia
tiada di dunia ini.
“Nadine!!!!!!!!” ucap
Mama dan Kak Jovita bersamaan.
Mama memeluk Nadine
erat – erat.
Kini, Nadine bahagia di
surga sana. Karena ia telah mendengar kata – kata “Mama Sayang Nadine” dari Mamanya.
Dan ia telah
mendapatkan keinginannya selama ini yaitu ingin seperti Kakaknya, Kak Jovita.
~TAMAT~
Gimana? udah baca? bagus gak? -jelek- haha -_-
Sekian dan Terima Kasih :)
Sampai Jumpa Lagi!
see you pai pai