Sabtu, 11 Januari 2014

Cerpen 2

hai.. aku balik nih. mau ngepost lagi.
o iya, Happy New Year! -telat gak sih? (wkwk)-

kali ini, aku bakal ngepost cerpen karyaku... iseng2 aja sih bikinnya.. ;))
okey. dibaca ya.. terus kasih kritik kalo jelek. maaf juga :) "Manusia tak luput dari kesalahan bukan?"

cekidot~
tema : kasih sayang (sebenernya gatau temanya apa-terserah deh temanya apaan -_\/)


Aku Juga Ingin Seperti Kakak

“Jovita! Ayo sayang cepat turun. Nanti kamu terlambat loo.. Mama sudah siapkan sarapan untukmu.” seru Mama dari lantai bawah sambil menyiapkan sarapan pagi.
“Iya Ma. Sebentar lagi aku turun.” Seru Kak Jovita menjawab seruan Mamanya.
Sambil bersiap akan turun, ia melihat adiknya yang sedang terdiam dengan wajah sedih sambil memegang tas dipundaknya.
“Nadine. Kamu sedang apa? Kog pagi – pagi udah ngelamun sih. Ayo turun. Nanti telat.” Ucap Kak Jovita kepada Nadine dengan seyum.
“Eeh.. Iya Kak. Sebentar lagi aku turun. Aku cuman mau nginget – nginget aja. Kayak ada yang ketinggalan. Kakak turun dulu saja, nanti aku nyusul.” Ucap Nadine.
“Oh. Oke.”
Kak Jovita pergi meninggalkan Nadine dan segera turun menuju ruang makan untuk sarapan.
“Pagi sayang.” Ucap Mama menyambut Kak Jovita.
“Pagi Ma.”
“Nadine mana? Kog nggak turun – turun. Itu anak emang yahh.. cari gara gara aja.” Ucap Mama dengan wajah sedikit kesal.
“Katanya sebentar lagi turun kog Ma.”
Mama berjalan meninggalkan ruang makan. Dan menuju lantai atas. Wajah Mama terlihat kesal. Mama mellihat Nadine yang sedang berdiri di depan kamarnya. Posisinya seperti tadi ketika ia sedang berbicara dengan Kakaknya.
“Nadine! Ngapain kamu di situ?! Malah bengong berdiri gak jelas. Cepat sana turun! Ini sudah siang! Nanti kalau kamu terlambat Mama yang rugi!” ucap Mama membentak Nadine hingga Nadine tersentak kaget.
“Mama. Iya Ma...”
Mama berjalan pergi meninggalkan Nadine di lantai atas. Dan berjalan turun ke lantai bawah. Mama menghampiri Kak Jovita di meja makan. Ia membelai lembut anak perempuan kesayangannya itu. Dengan senyum tersungging dibibirnya.
Nadine melihat semua itu dari dekat tangga tak jauh dari Mama dan Kak Jovita berada. Air mata mulai menetes dari mata bulatnya yang indah. Dan air mata itu telah membasahi pipinya. Ia tak sadar, bahwa ia sedang menangis. Setelah sadar, ia menangis dan sudah hampir 5 menit berdiri di sana, ia segera menghapus air matanya. Lalu, berjalan perlahan mendekati meja makan dan duduk di kursi.
Nadine tak banyak bicara. Ia langsung memakan roti dihadapannya dengan perlahan. Tatapannya kosong. Lurus ke depan. Ia tak berani menoleh ke kiri. Karena ia takut. Ia takut akan menangis lagi.
***
Mama memang selalu begitu. Berlaku tak adil terhadap kakak beradik se-ayah se-ibu ini. Padahal, mereka sama – sama anak kandungnya! Tetapi, Mama selalu lebih perhatian terhadap Kak Jovita. Sedangkan pada Nadine, Mama tak pernah memberi perhatian yang cukup. Nadine diperlakukan layaknya anak tiri.
Ini terjadi sejak 4 tahun silam. Sejak Papa Nadine meninggal karena kecelakaan. Saat itu Nadine masih berusia 5 tahun. Papa Nadine sangat sayang pada Nadine. Hingga suatu malam ketika hujan deras mengguyur kotanya, Nadine sakit dan harus dibawa ke dokter. Papa Nadine membawa Nadine ke rumah sakit dengan mobil berkecepatan tinggi. Ia khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi pada Nadine. Ketika papa menoleh melihat keadaan Nadine, Truk besar yang juga melaju kencang berada di depan mobil Papa. Papa berusaha menghindar. Mobil kehilangan kendali dan akhirnya terjadi kecelakaan. Nadine berhasil diselamatkan dalam kecelakaan ini. Namun, Papa Nadine meninggal dunia ketika dibawa ke rumah sakit.
Sejak kejadian ini, Mama begitu benci melihat Nadine. Mama selalu teringat kejadian menyedihkan 4 tahun silam.
***
 Dari kejauhan Nadine melihat Asha sahabatnya dengan Ibu Asha di depan gerbang sekolah.
“Sayang. Belajar yang rajin ya. Yang pinter. Jangan nakal loh.” Ucap Ibu Asha sambil membelai rambut Asha dengan lembut dan senyum kehangatan.
“Iya Ma. Pasti. Kan aku sudah besar. Sudah ya Ma. Aku masuk dulu. Nanti aku terlambat nih.” Ucap Asha.
“Iihh.. kamu masih kecil sayang..” sambil mencubit hidung Asha. “Ya sudah sana masuk. Hati – hati ya sayang.” Mama mencium kening Asha.
“Dah Ma.”
Asha yang sudah melihat Nadine sejak tadi, segera menghampiri sahabatnya itu. Dan mereka masuk ke kelas bersama.
“Asha! Enak ya jadi kamu. Mama kamu baik banget. Sayang sama kamu, perhatian. Aku pengen punya mama kayak Mama kamu.” Ucap Nadine tiba – tiba.
“Memangnya, Mama kamu nggak sayang sama kamu Nadine?” tanya Asha pada Nadine.
“Mmm.. Sayang kog. Tapi..”
“Tapi apa?”
“Tapi Mama lebih sayang Kak Jovita.”
Asha diam. Dan tersenyum. “Kamu bisa anggap Mama aku sebagai Mama kamu juga.”
“Beneran? Makasih ya Asha! Kamu emang sahabat aku yang paling baik!” ucap Nadine senang.
 “Pulang sekolah nanti main ke rumahku yuk.”
“Mmm.. gimana yah? Aku takut dimarahin Mama.”
“Sebentar aja kog. Aku nggak punya temen di rumah. Mau yah Pliiss..”
“Iya deh.”
Sepulang sekolah, Nadine langsung ke rumah Asha. Di sana mereka bermain bersama. Nadine terlihat bahagia.
Hingga tak terasa hari sudah mulai gelap. Nadine pulang ke rumahnya diantar oleh Mama Asha.
Nadine masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu terlihat Mama sedang duduk sambil melipat tangan di dadanya. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang tidak mengenakkan. Mama terlihat kesal. Tidak kesal lagi, melainkan Mama terlihat akan marah besar.
Mama berdiri dan menghampiri Nadine.
“Kamu tau ini sudah malam?! Sudah jam berapa ini?! Kamu baru pulang?! Dasar anak tidak tau diri! Tidak tau diuntung! Pulang sekolah bukannya ke rumah, malah kelayapan!” bentak Mama sambil menjewer telinga Nadine.
“Ampun Ma.. ampun, ampun Ma.. Nadine gak kelayapan Ma. Nadine cuman pengen main ke rumah Asha. Hiks hiks.” Ucap Nadine meminta ampun sambil menangis.
“Masih berani mengelak ternyata. Dasar anak pembawa sial!”
“Huwee...!! huhuhu.. ampun Ma ampun.. Nadine janji Ma nggak akan ngulangin lagi.”
“Sudah sana masuk kamar!” ucap Mama sambil mendorong Nadine dengan kasar. “Kalau kamu masih berani mengulangi ini lagi! Mama nggak akan kasih ampun ke kamu! Ngerti?!”
“Ngerti Ma..”
Nadine berjalan ke kamarnya. Di kamar ia menangis sekencang – kencangnya. Namun, ia mencoba menahan suara tangisnya. Ia takut kemarahan Mamanya semakin menjadi – jadi.
Tak lama, terdengar bel berbunyi. Kak Jovita pulang. Nadine beranjak dari tempat tidur. Ia membuka pintu kamarnya sedikit. Melihat kakaknya sedang disambut senyum Mama yang penuh kehangatan dan kasih sayang tanpa kemarahan, kejengkalan, dan kebencian. Mama menyambut Kak Jovita dengan senang. Dengan ketulusan. Dengan kehangatan senyum yang selalu didambakan Nadine.
Nadine kembali meneteskan air mata tanpa sadar. Pipi mungilnya itu basah seketika. Ia ingin seperti kakaknya, Kak Jovita!
***
“Ma! Lihat nilaiku bagus kan?” ucap Kak Jovita sambil menunjukkan kertas ujiannya.
“Wah! Iya, hebat anak mama. Mama bangga sama kamu sayang.” Ucap Mama kepada Kak Jovita.
Kak Jovita tersenyum lebar. Mamapun begitu. Mereka berpelukan.
Dari jauh, Nadine melihat ini. Nadine ingin membuat Mama bangga padanya.
Aku juga ingin Mama bangga sama aku. Kalau Mama bangga liat nilai Kak Jovita yang bagus. Berarti Mama juga akan bangga kalau nilai ujianku bagus. Aku harus rajin belajar! Supaya nilai ujianku bagus. Dan Mama bangga. Mungkin setelah itu Mama akan berubah menjadi sayang sama aku.
***
Sejak kejadian itu. Nadine memang benar – benar belajar dengan sungguh – sungguh. Hingga suatu hari, ia ujian. Dan nilainya sungguh sangat sempurna. Sepulangnya setelah ia mendapat hasil ujian itu. Ia pulang dengan senyum lebar.
Di ruang keluarga, terlihat Mama sedang membaca majalah dengan santai. Nadine menghampiri Mama.
“Mama..” ucap Nadine perlahan. Namun, Mama tak menjawab. Lalu Nadine melanjutkan. “Ma, Nadine hanya ingin menunjukkan sesuatu pada Mama.” Nadhine mengulurkan kertas ujiannya.
“Apa itu?” tanya Mama ketus tanpa kasih sayang sedikitpun.
“Ini.. kertas ujianku Ma. Aku mendapat nilai sempurna. Dan aku ingin Mama tau.” Mama diam tanpa respon apapun, dan tetap membaca majalah. “Ma.. Nadine mohon, lihatlah Ma. Nadine hanya ingin Mama bangga pada Nadine. Seperti halnya Mama bangga pada Kak Jovita.”
Saat itu, Kak Jovita sedang hendak ke dapur dan mendengar namanya disebut, Kak Jovita menghentikan langkahnya. Dan melihat ke arah Nadine dan Mama berada.
“Ma. Nadine mohon..” Mama tetap terdiam.
“Ma. Nadine hanya ingin diperlakukan sama di rumah ini. Nadine juga ingin seperti Kakak! Nadine ingin disayang Mama.... Mama lebih sayang Kakak. Mama tak pernah marah pada Kak Jovita. Tak pernah jengkel. Sedangkan pada Nadine... Mama selalu marah, jengkel, benci, dan nggak pernah memberi perhatian pada Nadine. Nadine juga butuh perhatian Mama.. Apalagi... Nadine masih kecil Ma! Nadine masih anak – anak yang butuh kasih sayang orang tuanya.. Apa Mama benci Nadine karna Papa meninggal karena Nadine?”
Dari kejauhan Kak Jovita menangis.
“Jangan coba – coba kamu sebut lagi kata – kata Papa!” sentak Mama.
“Jawab Ma.. Apa iya? Apa itu penyebabnya Mama begitu membenci Nadine selama ini?” Nadine menangis terisak – isak.
“Iya! Kalau iya memang kenapa? Setiap Mama melihatmu, Mama selalu teringat Papamu Nadine..! Kamu begitu mirip dengan Papamu. Puas kamu?”
“Belum Ma. Nadine belum puas. Nadine akan puas kalau Mama sayang, perhatian sama Nadine. Dan Mama bilang ke Nadine Mama Sayang Nadine.”
“Mau kamu apa? Dasar anak pembawa sial!” Mama menampar Nadine dengan keras.
Hingga Nadine menangis kencang. Bersamaan Kak Jovita berteriak “Mama?!”
Nadine berlari kencang keluar rumah.
“Apa yang Mama lakukan? Nadine masih kecil Ma! Semua yang dia katakan itu benar. Nadine anak yang hebat Ma! Nadine sekecil itu bisa punya pikiran yang luar biasa. Harusnya Mama bangga punya anak seperti Nadine!” Ucap Kak Jovita kesal dan segera berlari menyusul Nadine.
Mama tersentuh omongan Kak Jovita. Mama merasa bersalah. “Nadine..” Akhirnya Mama juga menyusul Nadine.
Saat Nadine menyebrang jalan raya ia tak melihat kiri kanan. Hingga ada mobil yang sedang melaju ia tak sadar.
“Nadine awas !!!” Kak Jovita berteriak kencang.
“Aaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!”
Nadine tertabrak mobil. Badannya terkepar di jalan. Darah mengalir di kepalanya.
“Nadine!!!!!!!!!!!!!!” teriak Kak Jovita syok melihat Nadine tertabrak mobil.
Sang pengemudi segera keluar dari mobil. Banyak orang berlarian menghampiri. Mama datang. Mama kaget dan menangis di sana.
“Nadine.. maffkan Mama sayang..”
Sang pengemudi yang menabrak meminta maaf dan seger membantu mengantar Nadine ke rumah sakit.
Tubuh Nadine terkulai lemas di ruang UGD. Mama menangis menyesali perbuatannya selama ini. Kak Jovita pun merasa bersalah.
Seharusnya sebagai kakak yang baik aku harus bisa menjaga adikku. Bukannya bahagia sendiri di atas penderitaan adikku.. dan seharusnya aku menyadari perasaannya selama ini..
***
Di kamar inap Nadine. Nadine sadar. Jemarinya bergerak perlahan. Matanya mulai terbuka perlahan. Kak Jovita yang melihat ini, segera memberi tahu Mama. Mama dan Kak Jovita mendekat ke Nadine. Ketika mata Nadine terbuka, yang pertama kali ia lihat adalah Mama.
“Nadine.. kamu sadar?” ucap Mama.
“Nadine..” ucap Kak Jovita.
“Nadine ada dimana?” tanya Nadine kebingungan sambil melihat kiri kanan.
“Kamu ada di rumah sakit sayang.. Kamu mengalami kecelakaaan.”
“Mama..” ucap Nadine lirih. Ia setengah kaget dan senang.
“Mama sayang Nadine.” Ucap Mama tersenyum dan meneteskan air mata.
“Aku juga Sayang Mama..” ucap Nadine. Nadine menutup matanya. Itulah kata  kata terakhir yang ia ucapkan. Sebelum ia tiada di dunia ini.
“Nadine!!!!!!!!” ucap Mama dan Kak Jovita bersamaan.
Mama memeluk Nadine erat – erat.
Kini, Nadine bahagia di surga sana. Karena ia telah mendengar kata – kata “Mama Sayang Nadine” dari Mamanya.
Dan ia telah mendapatkan keinginannya selama ini yaitu ingin seperti Kakaknya, Kak Jovita.


~TAMAT~


Gimana? udah baca? bagus gak? -jelek- haha -_-

Sekian dan Terima Kasih :)
Sampai Jumpa Lagi!

see you pai pai