Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu
di Indonesia. Kerajaan Majapahit terletak di hutan Tarik dekat delta sungai
Berantas, Mojokerto, Jawa Timur.
Berdirinya Kerajaan Majapahit
Setelah Raja
Kertanegara gugur dalam peristiwa penyerangan Raja Jayakatwang (Raja Kediri),
berakhirlah riwayat Kerajaan Singasari. Raja Kertanegara beserta petinggi
kerajaan lainnya tewas dalam penyerangan tersebut. Raden Wijaya (menantu Raja
Kertanegara) segera melarikan diri ke Sumenep, Madura, dan mendapat
perlindungan dari Arya Wiraraja, penguasa Sumenep. Atas
anjuran Arya Wiraraja, Raden Wijaya berpura-pura tunduk kepada Jayakatwang,
sambil meminta sedikit daerah untuk tempat berdiam. Jayakatwang yang tidak
berprasangka apa-apa mengabulkan permintaan Raden Wijaya. Sang Raden diijinkan
membuka Hutan Tarik. Dengan bantuan sisa-sisa tentaranya dan pasukan Madura, ia
membersihkan hutan itu sehingga layak ditempati. Pada saat saat itu, seorang
tentara yang haus mencoba memakan buah Maja yang banyak terdapat pada tempat
itu dan menemukan bahwa ternyata rasanya pahit. Sejak itu, daerah tersebut
diberi nama "Majapahit".
Pada tahun 1293 M, Raden Wijaya naik tahta menjadi
Raja Majapahit pertama dengan gelar Kertarajasa Jayawardana.
Sumber Sejarah
1)
Prasasti Butok (1244 tahun). Prasasti ini dikeluarkan oleh
Raden Wijaya setelah ia berhasil naik tahta kerajaan. Prasasti ini memuat
peristiwa keruntuhan kerajaan Singasari dan perjuangan Raden Wijaya untuk
mendirikan kerajaan.
2)
Kidung Harsawijaya dan Kidung Panji Wijayakrama, kedua
kidung ini menceritakan Raden Wijaya ketika menghadapi musuh dari kediri dan
tahun-tahun awal perkembangan Majapahit.
3)
Kitab Pararaton,
menceritakan tentang pemerintahan raja – raja Singasari dan Majapahit.
4)
Kitab
Negarakertagama karya Empu Prapanca, menceritakan tentang perjalanan Hayam
Wuruk ke Jawa Timur.
5)
Kitab Sutasoma
karya Empu Tantular di dalamnya terdapat kalimat – kalimat Bhinneka Tunggal
Ika.
6)
Berita Cina
merupakan uraian perjalanan Ma-Huan yang dimuat dalam buku Ying Yai Shing-Lan,
menceritakan keadaan rakyat pada masa terakhir Kerajaan Majapahit.
7)
Catatan
yang berasal dari Italia mengenai Jawa pada era Majapahit
didapatkan dari catatan perjalanan Mattiussi, seorang pendeta Ordo Fransiskan
dalam bukunya: "Perjalanan Pendeta Odorico da
Pordenone". Ia mengunjungi beberapa
tempat di Nusantara: Sumatera, Jawa, dan Banjarmasin di Kalimantan. Kerajaan Jawa yang disebutkan disini tak
lain adalah Majapahit yang dikunjungi pada suatu waktu dalam kurun 1318-1330
pada masa pemerintahan Jayanegara.
Raja – raja Kerajaan Majapahit
1)
Raden
Wijaya (1293 – 1309)
Raden
Wijaya (atau dikenal dengan Nararya
Sanggramawijaya) adalah seorang keturunan penguasa Singasari. Merupakan pendiri
kerajaan Majapahit. Bergelar Kertarajasa Jayawardana. Raden Wijaya memerintah
dengan sangat baik dan bijaksana.
Asal
usul
Raden
Wijaya adalah anak dari Rakeyan Jayadarma, raja ke 26 dari Kerajaan Sunda Galuh
, dan Dyah Lembu Tal, seorang putri Singhasari.
Dyah
Lembu Tal / Dyah Singhamurti
Ken Arok, raja pertama (1222-1227) Singhasari menikahi Ken Dedes, dan memiliki anak: Mahesa Wong Ateleng. Lalu ia memiliki anak: Mahesa Cempaka yang bergelar Narasinghamurti. Kemudian memiliki putri: Dyah Lembu Tal diberi gelar Dyah Singhamurti.
Ken Arok, raja pertama (1222-1227) Singhasari menikahi Ken Dedes, dan memiliki anak: Mahesa Wong Ateleng. Lalu ia memiliki anak: Mahesa Cempaka yang bergelar Narasinghamurti. Kemudian memiliki putri: Dyah Lembu Tal diberi gelar Dyah Singhamurti.
Rakeyan
Jayadarma
Ia adalah raja ke-26 Kerajaan Sunda Galuh, anak dari Prabu Guru Dharmasiksa, raja ke-25 dari Kerajaan Sunda Galuh.
Ia adalah raja ke-26 Kerajaan Sunda Galuh, anak dari Prabu Guru Dharmasiksa, raja ke-25 dari Kerajaan Sunda Galuh.
Setelah
Rakeyan Jayadarma diracun oleh salah seorang bawahannya, dan tewas, Dyah Lembu
Tal kembali ke Singhasari bersama Raden Wijaya. Raden Wijaya seharusnya menjadi
raja ke 27 Kerajaan Sunda Galuh. Sebaliknya, ia mendirikan Majapahit di tahun
1293, setelah tewasnya raja Kertanegara, raja Singhasari terakhir, yang
merupakan mertuanya, dan juga sepupu ibunya.
Dalam
Babad Tanah Jawi, Raden Wijaya disebut sebagai Jaka Susuruh dari Pajajaran. Ia
dibesarkan di lingkungan kerajaan Singhasari.
Keluarga
Raden Wijaya kemudian menikah dengan empat puteri dari raja Kertanagara, yaitu: Tribuaneswari (Sri Parameswari Dyah Dewi Tribuaneswari), Narendraduhita (Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita), Pradnya Paramita (Sri Jayendra Dyah Dewi Pradnya Paramita), Gayatri (Sri Jayendra Dyah Dewi Gayatri) dan juga menikahi Dara Petak yang merupakan putri dari Raja Mauliwarmadewa dari Kerajaan Dharmasraya.
Raden Wijaya kemudian menikah dengan empat puteri dari raja Kertanagara, yaitu: Tribuaneswari (Sri Parameswari Dyah Dewi Tribuaneswari), Narendraduhita (Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita), Pradnya Paramita (Sri Jayendra Dyah Dewi Pradnya Paramita), Gayatri (Sri Jayendra Dyah Dewi Gayatri) dan juga menikahi Dara Petak yang merupakan putri dari Raja Mauliwarmadewa dari Kerajaan Dharmasraya.
Masa
kekuasaan
Susunan
pemerintahannya tidak berbeda dengan susunan pemerintahan Kerajaan Singasari. Pada
masa pemerintahannya, Raden Wijaya dibantu oleh mereka yang turut berjasa dalam
merintis berdirinya Kerajaan Majapahit. Aryawiraraja yang sangat besar jasanya
diberi kekuasaan atas sebelah Timur meliputi daerah Lumajang, Blambangan.
Nambi
(putera Arya Wiraraja) diangkat menjadi patih (perdana menteri), Ranggalawe
diangkat sebagai Adipati Tuban, dan Sora menjadi penguasa Dhaha (Kadiri).
Dijadikannya Nambi sebagai patih membuat Ranggalawe tidak puas, karena ia
merasa lebih berhak. Tahun 1295 Ranggalawe mengadakan pemberontakan, namun
dapat dipadamkan.
Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 M dengan meninggalkan 3
orang anak. 2 orang anak perempuan dari Gayatri, yaitu Brhe Kahuripan dan Bhre
Daha, dan satu anak laki – laki dari Prameswari, yaitu Jayanegara. Setelah
Raden Wijaya meninggal, digantikan oleh Jayanegara.
2)
Jayanegara
(1309 – 1328)
Raden Wijaya digantikan oleh putranya, Kalagemet. Kalagemet
adalah putra Raden Wijaya dan Putri Melayu, Dara Petak. Setelah menjadi raja,
Kalagemet bergelar Sri Jayanegara. Pada masa pemerintaha Jayanegara, sering
terjadi pemberontakan. Antara lain pemberontakan Ranggalawe (1309 M),
pemberontakan Sora (1311 M), pemberontakan Nambi (1316), dan pemberontakan Kuti
(1319 M).
Pemberontakan yang paling berbahaya ialah pemberontakan yang
dipimpin oleh Kuti tahun 1319 M. Pada awalnya, Kuti adalah seorang
Dharmaputera, yaitu pejabat kerajaan yang bertugas mempertahankan kelangsungan
mahkota Kerajaan Majapahit.
Di bawah pimpinan Gajah Mada, pasukan Majapahit berhasil
menumpas pemberontakan Kuti. Atas keahliannya, Gajah Mada diangkat menjadi
Patih di Kahuripan dan kemudian diangkat menjadi Patih di Daha.
Pada tahun 1328 M, Raja Jayanegara wafat tanpa meninggalkan
seorang putra.
3)
Tribuwanatunggadewi
Jayawisnuwardhani (1328 – 1350)
Raja Jayanegara meninggal tanpa meninggalkan seorang
putrapun, oleh karena itu yang seharusnya menjadi raja adalah Gayatri. Tetapi
karena ia telah menjadi seorang Bhiksu maka digantikan oleh putrinya Bhre
Kahuripan dengan gelar Tribuwana Tunggadewi, yang dibantu oleh suaminya yang
bernama Kartawardhana.
Pada tahun 1331 timbul pemberontakan yang dilakukan oleh
daerah Sadeng dan Keta (Besuki). Pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh Gajah
Mada yang pada saat itu menjabat Patih Daha. Atas jasanya ini Gajah Mada
diangkat sebagai Mahapatih Kerajaan Majapahit menggantikan Arya Tadah. Gajah
Mada kemudian berusaha menunjukkan kesetiaannya, ia bercita-cita menyatukan
wilayah Nusantara yang dibantu oleh Mpu Nala dan Adityawarman. Pada tahun 1339,
Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa. Dalam Sumpah Palapa itu tersirat cita – cita Gajah Mada mempersatukan Nusantara.
Isi dari amukti palapa adalah sebagai berikut : ”Lamun luwas kalah nusantara isum amakti palapa, lamun kalah ring
Gurun, ring Seram, ring Sunda, ring Palembang, ring Tumasik, samana sun amukti
palapa”. Kemudian Gajah Mada melakukan penaklukan-penaklukan.
Untuk mewujudkan cita – cita itu, Gajah Mada membangun
armada laut. Karena memiliki angkatan laut yang kuat, Kerajaan Majapahit
dikenal sebagai Kerajaan Maritim. Armada laut Majapahit dipimpin oleh Mpu Nala.
Dengan armada yang kuat, Majapahit berhasil menaklukan Dompo pada tahun 1340
dan Bali pada tahun 1343.
4)
Hayam
Wuruk (1334 – 1389)
Rajapatni (Gayatri) wafat pada tahun 1350. Setelah ibundanya
wafat, Ratu Tribuwanatunggadewi menyerahkan tahta Majapahit kepada putranya,
Hayam Wuruk.
Hayam Wuruk naik tahta pada usia yang sangat muda yaitu 16
tahun dan bergelar Sri Rajasanegara. Di masa pemerintahan Hayam Wuruk yang
didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada, Majapahit mencapai keemasannya. Selain
berkembang menjadi kerajaan maritim yang besar, Majapahit juga menjadi kerajaan Agraris yang maju. Hayam Wuruk
membangun waduk dan saluran irigasi untuk mengairi lahan pertanian. Beberapa
jalan dan jembatan penyebrangan juga dibangun untuk mempermudah lalu lintas
antar daerah.
Dari Kitab Negerakertagama dapat diketahui bahwa daerah
kekuasaan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, hampir sama luasnya dengan
wilayah Indonesia yang sekarang, bahkan pengaruh kerajaan Majapahit sampai ke
negara-negara tettangga. Satu-satunya daerah yang tidak tunduk kepada
kekuasaaan Majapahit adalah kerajaan Sunda yang saat itu dibawah kekuasaan Sri
baduga Maharaja. Hayam Wuruk bermaksud mengambil putri Sunda untuk dijadikan
permaisurinya. Setelah putri Sunda (Diah Pitaloka) serta ayahnya Sri Baduga
Maharaja bersama para pembesar Sunda berada di Bubat, Gajah Mada melakukan tipu
muslihat, Gajah Mada tidak mau perkawinan Hayam Wuruk dengan putri Sunda
dilangsungkan begitu saja. Ia menghendaki agar putri Sunda dipersembahkan
kepada Majapahit (sebagai upeti). Maka terjadilah perselisihan paham dan
akhirnya terjadinya perang Bubat. Banyak korban dikedua belah pihak, Sri Baduga
gugur, putri Sunda bunuh diri.
Gajah Mada meninggal dunia pada tahun 1364 M. Setelah
meninggalnya Gajah Mada, Kerajaan Majapahit mengalami kesulitan untuk mencari
penggantinya. Sejak saat itu, Majapahit sedikit demi sedikit mengalami
kemunduran. Keadaan Majapahit semakin tidak menentu setelah wafatnya Raja Hayam
Wuruk pada tahun 1389 M.
5)
Kusumawardhani
– Wirakramawardhana (1389 – 1429)
Kusumawardhani yang bersuamikan Wirakramawardhana.
Wirakramawardhanalah yang memimpin Majapahit tahun 1389 – 1429. Bhre Wirabumi
(anak selir Hayam Wuruk) diberi kekuasaan di Blambangan. Menurut Bhre Wirabumi,
dirinya yang berhak menjadi raja di Majapahit.
Pada tahun 1401 – 1406 terjadi perang saudara di Paregreg.
Bhre Wirabumi terbunuh dalam perang itu.
Wikramawardhana meninggal tahun 1429, pemerintahan raja-raja
berikutnya berturut-turut adalah Suhita
(1426 – 1447), Bhre Tumapel
Kertawijaya (1447 - 1551), Bhre
Pamotan /Sri Rajasa Wardhana (1451 – 1453), Purwawisesa/Girishawardhana (1456 – 1466), dan Brawijaya V/Bhre Kertabumi (1468 – 1478), yang tidak luput
ditandai perebutan kekuasaan.
Kejayaan Majapahit
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah
Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak
kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah
Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.
Menurut Kakawin
Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan
Majapahit meliputi Sumatra,
semenanjung Malaya, Kalimantan,
Sulawesi,
kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura)
dan sebagian kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus
puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
Kemunduran Kerajaan Majapahit
1)
Perang Saudara
2)
Tidak adanya lagi tokoh kuat di Majapahit seperti Gajah Mada
dan Hayam Wuruk.
3)
Masuknya Agama Islam
Ekonomi
Majapahit
merupakan negara agraris dan negara perdagangan. Kemakmuran Majapahit diduga
karena dua faktor :
1.
Lembah
sungai Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa
Timur utara sangat cocok untuk pertanian padi.
2. Pelabuhan-pelabuhan Majapahit di
pantai utara Jawa mungkin sekali berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan
untuk mendapatkan komoditas rempah-rempah Maluku.
Peninggalan – peninggalan Kerajaan
Majapahit
a. Candi, yaitu:
1. Candi Penataran di Blitar
2. Candi Tegalwangi di Trowulan
3. Candi Tikus di Trowulan
4. Candi Sawentar di Blitar
5. Candi Sumberjati di Blitar
6. Candi Tigawangi di dekat Pare,
Kediri
7. Candi Jabung di dekat Kraksaan,
Probolinggo
8. Candi Sumberjati di Blitar
9. Candi Surawana di dekat Pare, Kediri
10. Candi Brahu di desa Bejijiong
b. Sastra Zaman Majapahit Awal
1. Kitab Negarakertagama karangan Empu
Prapanca
2. Kitab Sutasoma karangan Empu
Tantular
3. Kitab Arjunawiwaha karangan Empu
Tantular
4. Kitab Kunjarakarna
5. Kitab Parhayajna
c. Sastra Zaman Majapahit Akhir
1. Kitab Prapanca, isinya menceritakan
raja-raja Singasari dan Majapahit.
2. Kitab Sundayana, isinya tentang
peristiwa BubatKitab Sarandaka, isinya tentang pemberontakan sora.
3. Kitab Ranggalawe, isinya tentang
pemberontakan Ranggalawe Panjiwijayakrama, isinya menguraikan riwayat Raden
Wijaya sampai menjadi raja.
4. Kitab Usana Jawa, isinya tentang
penaklukan Pulau Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar, pemindahan Keraton
Majapahit ke Gelgel dan penumpasan raja raksasa bernama Maya Denawa.
5. Kitab Usana Bali, isinya tentang
kekacauan di Pulau Bali.